Saturday, December 17, 2016

Mengenang Awal Gabung di PerpuSeru 2014

Tulisan ini saya tulis di akhir tahun 2014.  Mengenang keseruan saat kali pertama mengikuti Training of Fasilitator, di Bali selama 11 hari. Saya buka kembali, ternyata keseruan di PerpuSeru tidak hanya pada tahun itu. Berlaku dan saya rasakan hingga saat ini. Any way, tidak ada salahnya saya kembali membuka kenangan tersebut. Yuk kita simak langsung!

Tim Leader Fasilitator Perpuseru¸ Bagus Suminar, terbang sambil membentangkan kedua tangannya berputar mengitari seluruh peserta Pelatihan Fasilitator. Gaya terbang tersebut sekaligus sebagai penutup semua perkenalan pada pagi itu, Minggu (19/10/2014). Gaya terbang ini seolah mengingatkan kembali pada seluruh peserta Pelatihan Fasilitator Perpuseru, slogan besar program Perpuseru ‘Bersama Terbang Menembus Batas’. Program Perpuseru dilaksanakan Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI) didukung Bill & Melinda Gates Foundation bekerja sama Peac Bromo dan jalin mitra PT. Telkom.
Keseruan di sela-sela Pelatihan Fasilitator Perdana di Bali 2014
Bagus Suminar yang memimpin acara perkenalan mengajak memperkenalkan diri dengan gaya masing-masing disertai yel-yel diri. Cara seperti ini katanya akan memperlihatkan karakter pribadi tiap peserta. Sesi perkenalan pun dimulai. Ada yang dengan gaya goyang milik Inul Daratista diadopsi Niklah ‘Dina’ Nomida dari CCFI, ada gaya Gogon Srimulat dipakai Johan Adi Sanjaya dari Lumajang Jawa Timur. Dan aku sendiri pakai gaya Bung Tomo, itu tu Pahlawan Nasional dari Surabaya. Terkadang aku berpikir, kok bisa spontan aku pilih gaya tersebut. Apa egoku masih tinggi dengan melihatkan ke-aku-anku? Semoga aja tidak, ambil positifnya aja. Semoga kawan-kawan Fasilitator Perpuseru mampu jadi pahlawan untuk kemajuan perpustakaan desa berbasis teknologi informasi dan komunikasi. 

Pagi itu sungguh tak ada batas dan sekat antara panitia maupun peserta pelatihan. Semua berbaur jadi satu. Semua juga berkenalan dengan gaya khasnya sendiri, termasuk pula panitia. Cara seperti ini belum aku temui sebelumnya di pelatihan yang pernah aku ikuti. Biasanya panitia jaga image atau jaim.  Namun tidak begitu saat giliran Direktur Program Perpuseru Erlyn Sulistyaningsih, beliau pun memperkenalkan diri dengan gaya yang dipilih. Begitupun Direktur Peac Bromo Samsul Hadi, beliau juga tak canggung pilih gaya perkenalan di depan semua peserta.
Keseruan Gala Dinner 2014, Bali.
Sungguh menarik ketika aku mengamati dan mencari sedikit tahu latar belakang 41 fasilitator perpuseru. Keingintahuan itu aku peroleh dengan melihat akun facebook, ngobrol langsung atau sekadar memancing saat ngobrol sepintas dengan kawan-kawan. Ternyata aku ‘klepo’ juga seperti Ibu Siti selaku Kepala Perpustakaan Kabupaten Bojong Kenyot. Cerita dalam materi advokasi yang disampaikan Hastin Atas Asih. Sebelum terpilih jadi fasilitator perpuseru, selama ini mereka bergelut dengan aktivitas yang sangat beraneka ragam. Fasilitator perpuseru sampai aku gambarkan sebagai minitur bangsa Indonesia. Berasal dari beraneka ragam budaya, tradisi, bahasa daerah, profesi, pendidikan dan tentunya beraneka ragam pola pikir. Bhineka lah… kalau boleh aku menyebutnya.

Seperti sosok Anis Nugrahanto. Aku penasaran dengan pelaku agrobisnis asal Temanggung Jawa Tengah, saat sesi wawancara seleksi calon fasilitator perpuseru di Semarang, 18 September lalu. Di bailik sifatnya yang penuh humor dan usia yang tak muda lagi, ia masih bersemangat dan aktif mengikuti semua sesi pelatihan. Ternyata Anis sudah lama bergelut di dunia pendampingan petani. Kini, tatkala ia dan Muhammad Farichin mendampingi Perpustakaan Desa di Kabupaten Wonosobo, optimis mampu melaksanakan tugas dengan baik. Jauh hari sebelumnya, Anis sudah melakukan pendampingan petani kentang di Wonosobo.

Muncul pula sosok bernama Asep Saiful Rohman. Saat pelatihan di Bali, ia lebih dikenal dengan ‘Obat Cacing Cap Dolly’. Pada wajahnya yang alim dan cool, ia juga punya sisi humoris. Keseharian Asep sebagai Dosen di Universitas Padjadjaran Bandung. Asep yang menyelesaikan S2 bidang Ilmu Informatika dan Perpustakaan jadi fasilitator untuk Kabupaten Soreang Bandung.
Erlyn Sulistyaningsih, Direktur Program PerpuSeru

   
Dari Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, sosok yang menginspirasiku juga untuk berubah ke berpikir positif dan belajar ilmu berbagi. Tak lain ia bernama Awiek Hadi Widodo. Fasilitator kelahiran Jember Jawa Timur telah merubah banyak paradigmaku. Sampai-sampai setiap malam aku sering begadang di kamar hotel yang ia dihuni bersama Johan Adi Wijaya dari Lumajang Jawa Timur. Awiek begitu ia biasa dipanggil, pemilik Pradata bergerak di bidang menggerakkan masyarakat Tabalong untuk bergerak berubah. Lewat pelatihan computer, internet, menjahit dan menyetir dan pengembangan diri melalui motivasi.

Dari beliau aku juga diberi bekal segepok file berisi film motivasi, contoh proposal kegiatan, silabus pelatihan komputer dan file lain yang ku anggap penting. Bapak 3 putra yang semua sudah menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, juga jadi rebutan saat ia melintas. Tujuannya tak lain minta dipotret. Makasih banyak Pak Awiek, meski aku sudah pulang kampung, BBM dan facebook berisi motivasi masih masuk menghiasi androidku.

Temanku sendiri dari Kabupaten Jepara Jawa Tengah, Tahyatur Ratih, sudah punya Komunitas Ibu Profesional Jepara (IPJ). Komunitas para ibu dan calon ibu yang senantiasa ingin meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang istri, ibu dan perempuan. Kegiatan berupa Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif dan Bunda Soleha. Ada kuliah juga berupa kuliah online bersama Master Lecture Bunda Septi, ibu teladan nasional. Kegiatan IPJ tiap dua Jum’at sekali di Aula Perpusdes Jepara. Waktu kegiatan IPJ dibuat on time, agar peserta kuliah tak dibiasakan datang terlambat.  
Samsul Hadi, Direktur Peac Bromo


Ada nama besar yang terlewat dari keingintahuanku. Ya, Benny Arnas, sosok muda nan cakep ini muncul secara tiba-tiba dalam benakku saat tampil memukau di pembukaan pelatihan. Puisi ‘Orang-Orang Gila’ yang telah menyadarkanku akan adanya sastrawan sekaliber nasional yang gabung juga sebagai fasilitator perpuseru. Benny yang jadi fasilitator di kampung halaman, Lubuk Linggau Sumatera Selatan, tinggal melanjutkan kiprahnya. Sebelumya, ia sudah aktif di Perpustakaan Lubuk Linggau dengan ‘Linggau Class Writing’ yang ia dirikan. Khusus untuk Benny, aku meluangkan waktu khusus untuk berbagi pengalaman di dunia tulis menulis. Banyak makasih atas waktu dan pengalaman yang telah dibagi Brade!

Aku terus mencari profesi unik kawan-kawan fasilitator perpuseru. Setelah 3 hari berada di pelatihan, ketemu juga sosok baru yang aku cari. Lita Rahman, begitu namanya tertulis di akun facebook miliknya. Lulusan Psikologi Universitas Padjadjaran terpilih untuk Kabupaten Sukabumi, maaf kalau salah, aku belum sempat cek di data perpuseru. Alumni SMAN 2 Denpasar ini juga aktif di Komunitas Bandung Berkebun yang digalakkan Walikota Bandung Ridwan Kamil. Karena ada hoby yang sama di bidang berkebun denganku, aku juga sempatkan berbagi pengalaman dengan Lita. Sepulang makan malan di Pirates Restaurant The Bay Nusa Dua, loby hotel jadi tempat saling berbagi pengalaman berkebun tersebut. Makasih ya Mbak Lita!

Sementara dari pihak panitia yang aku bidik dari Peac Bromo. Kawan-kawan CCFI sebagian besar aku sudah mengenal. Sosok Bagus Suminar yang aku incar. Beliau yang mewawancarai aku saat seleksi calon fasilitator perpuseru, di Semarang. Sosok yang mengena di hatiku. Sosok santun, baik sikap maupun bicara dengan pengalaman yang luas.  
Bagus Suminar, Team Leader PerpuSeru


Sebetulnya ada seseorang yang mau aku ajak wawancara lebih jauh. Ada hasrat besar untuk komunikasi. Karena aku masih canggung, belum berani mendekati. Mungkin nanti saat Pelatihan Mentoring di Yogyakarta aku bisa manfaatkan waktu yang ada untuk wawancara. Bisa sih aku melihat profil beliau di web milik Peac Bromo. Tapi rasanya kurang gimana gitu. Maaf Cak Samsul Hadi ya!

Tulisanku tentang Cak Samsul Hadi dan Pak Bagus Suminar akan ku tulis di halaman yang lain. Maaf juga kawan-kawan yang belum kusebut dalam tulisan ini, insyaalah akan ku tulis di halaman yang berbeda lain waktu. Maaf sekali lagi ya!

Meski berangkat dari kebhinekaan, 41 fasilitator, 76 perpustakaan, 19 kabupaten, yang tersebar di 12 provinsi, semangat terbang menembus batas harus selalu dijadikan roh. Keanekaragaman kita, tidak dijadikan alasan hambatan. Jadikanlah tantangan untuk kemajuan perpustakaan desa berbasis TIK. Batas tidak hanya ruang dan waktu. Batas juga bisa berupa ego kita, beda pendidikan dan pengalaman kita dengan masyarakat. Batas-batas itu harus kita runtuhkan. Mari berbaur dengan masyarakat dengan tanpa batas. Tentunya tetap mengedepankan norma sesuai masyarakat dimana kita berada. Semoga metode perkenalan yang dibuat Pak Bagus Suminar di atas bisa kita jadikan contoh, tak ada batas antara satu dengan yang lain. Hidup Perpuseru! Hidup Perpusdes Berbasis TIK! Hidup masyarakat berbasis TIK! (***)









No comments:

Post a Comment