Tuesday, December 20, 2016

Apa itu Replikasi PerpuSeru ke Perpustakaan Desa?

Awal tahun 2017 nanti, Program PerpuSeru Indonesia akan melakukan replikasi ke tingkat perpustakaan desa (perpusdes). Baik untuk perpusda fase replikasi maupun perpusda fase scale up yang menjadi mitra tahun 2016. Program PerpuSeru akan replikasi mandiri sejumlah 108 perpusdes di 19 kabupaten/kota. Sementara untuk  untuk fase scale up akan mereplikasi 227 perpusdes di 71 kabupaten/kota. Apa dan bagaimana sih replikasi itu?   

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, replikasi artinya sebuah salinan yang sama persis dengan bentuk dan fungsi dari alat, barang atau lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), replikasi memiliki arti duplikat atau tiruan.

Replikasi PerpuSeru tidak jauh beda dari dua definisi di atas. Ketika perpustakaan desa / kelurahan / TBM sudah direplikasi, perpustakaan desa tersebut diharapkan menjadi pusat belajar dan berkegiatan masyarakat berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Seperti halnya perpustakaan daerah (perpusda) yang awalnya kebanyakan hanya sebagai tempat pinjam dan baca buku. Setelah menjadi mitra PerpuSeru diharapkan bertransformasi sebagai pusat kegaiatan masyarakat berbasis TIK.

Apa saja yang ditiru atau diduplikat? Jika selama ini Coca Cola Foundation Indonesia (CCFI) yang melakukan pendampingan ke perpusda, dengan replikasi maka perpusdalah yang melakukan pendampingan ke perpusdes. Bukan hanya proses pendampingan saja yang ditiru. Akan tetapi seluruh alur dan metode mentoring juga ditiru perpusda untuk mereplikasi perpusdes.

Mulai dari proses sosialisasi Program PerpuSeru ke perpusdes, pelatihan Strategi Pengembangan Perpustakaan, Pelatihan TIK, Stakeholder Meeting dan Peer Learning Meeting. Semua proses tersebut yang melakukan adalah perpusda. Tidak lagi pihak CCFI. Jika selama ini yang mewakili CCFI untuk memfasilitasi sosialisasi dan lainnya adalah Fasilitator PerpuSeru, maka nantinya yang akan memfasilitasi sosialisasi dan pelatihan atau bentuk kegiatan lainnya adalah fasilitator dari perpusda.

Tentunya fasilitator dari perpusda nanti akan diberi bekal berupa pelatihan Training of Trainer (ToT) terlebih dulu. Staf dari perpusda akan mendapat pelatihan bagaimana menjadi fasilitator yang baik. Sehingga staf perpusda mampu dan berani memfasilitasi berbagai kegiatan PerpuSeru di daerahnya. Seperti mampu memfasilitasi sosialisasi program, memfasilitasi pelatihan, memfasilitasi Stakeholder Meeting dan memfasilitasi PLM tingkat kabupaten.

Ada tingkatan atau jenjang replikasi ke perpusdes. Untuk perpusda fase scale up, perpusdes replikasi akan mendapatkan stimulan berupa komputer dan jaringan internet serta stimulan konsumsi untuk kegiatan pelatihan dan lainnya. Berbeda dengan perpusda fase replikasi. Perpusda pada fase ini sudah dikatakan dengan replikasi mandiri. Dari mulai pengadaan komputer untuk perpusdes, dana pelatihan dan lainnya itu berasal dari dana APBD masing-masing daerah. Sehingga diperlukan komitmen kuat dari perpusda dan pimpinan daerah.

Perpustakaan Desa Bisa Mandiri

Berdasarkan pengalaman yang ada, perpustakaan desa mitra PerpuSeru bisa mandiri. Pihak desa/kelurahan sudah mengalokasikan dana untuk perpusdes. Besarannya berdasarkan kebijakan kepala desa atau lurah. Dari pengalaman penulis dulu saat mendampingi perpusdes, anggaran yang dialokasikan minimal Rp 5 juta pertahun dari Alokasi Dana Desa (ADD). Ada pula yang mencapai Rp 15 juta pertahun. Untuk itu perpusda harus selektif saat memilih calon perpusdes replikasi. Yang paling utama adalah komitmen dari kepala desa atau lurah untuk pengembangan perpusdes. Salah satunya, bersedia mengalokasian anggaran desa untuk perpustakaan.

Ada beberapa kondisi perpusdes mitra PerpuSeru dalam pengamatan penulis. Komitmen kades bagus, dan kinerja pengelola perpusdes baik. Perpusdes dengan kondisi seperti ini pasti kedepannya keberadaan perpusdes akan banyak kegiatan. Bisa juga komitmen kades oke tapi pengelola perpusdes kurang bagus, akan tetapi ada relawan perpusdes yang siap membantu pengembangan perpusdes. Kondisi seperti ini kegiatan di perpusdes akan jalan. Akan tetapi jika komitmen kades kurang bagus, meski pengelola oke dan ada dukungan relawan, kegiatan di perpusdes akan terseok-seok.

Ada satu perpusdes yang komitmennya luar biasa bagus. Desa ini membangun gedung perpusdes 2 lantai dari dana desa. Menghabiskan anggaran sekitar Rp 250 juta. Kepala desa tidak mau menerima fee dari perusahaan yang membutuhkan tandatangan kades. Kades meminta fee tersebut diwujudkan dalam bentuk barang, seperti komputer, printer, teve, pendingin ruangan dan material lain. Kemudian barang tadi digunakan untuk kebutuhan perpusdes. Perangkat desa tiap triwulan dipotong jatahnya untuk pengembangan perpusdes. Kades bersama sekdes dan perangkat desa juga getol melakukan advokasi ke pihak lain. Kini perpusdes tersebut sudah memiliki puluhan unit komputer. Perpusdes tersebut bernama Kucica di Desa Tulakan Jepara.     

Ada keuntungan lain untuk membuat kegiatan di perpusdes. Jika selama ini ada anggapan hubungan Perpusda dengan instansi pemerintah lain ada ego sektoral, untuk perpusdes tidak ada seperti itu. Perpusdes lebih mudah bermitra dengan SKPD untuk bersinergi mengadakan kegiatan bersama. Selain karena desa strukturalnya ada di bawah SKPD, sisi lain SKPD memiliki banyak program pemberdayaan untuk masyarakat. Peluang tersebut bisa ditangkap oleh perpusdes.





Di perpusdes biasanya akan muncul relawan yang peduli terhadap pengembangan perpustakaan. Entah disadari atau tidak, peran relawan ini juga sangat penting bagi perpusdes. Seperti yang disampaikan Siti Sofiyah, relawan Perpusdes Kreatif Desa Krapyak Jepara. Disaat para pengelola sibuk kerja lainnya, Sofiyah lah yang menjadi penaggungjawab kegiatan di perpusdes. Kegiatan yang ia tangani berjalan rutin tiap minggu sekali. Bahkan dirinya juga yang sering mewakili kegiatan PerpuSeru di perpusda. Kepuasan batin yang Sofiyah rasakan ketika berbagi dengan masyarakat melalui kegiatan di perpusdes. (***)


No comments:

Post a Comment