Awal tahun 2017
nanti, Program PerpuSeru Indonesia akan melakukan replikasi ke tingkat
perpustakaan desa (perpusdes). Baik untuk perpusda fase replikasi maupun
perpusda fase scale up yang menjadi mitra tahun 2016. Program PerpuSeru akan
replikasi mandiri sejumlah 108 perpusdes di 19 kabupaten/kota. Sementara
untuk untuk fase scale up akan
mereplikasi 227 perpusdes di 71 kabupaten/kota. Apa dan bagaimana sih replikasi
itu?
Menurut Wikipedia
bahasa Indonesia, replikasi artinya
sebuah salinan yang sama persis dengan bentuk dan fungsi dari alat, barang atau
lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), replikasi memiliki arti
duplikat atau tiruan.
Replikasi
PerpuSeru tidak jauh beda dari dua definisi di atas. Ketika perpustakaan desa /
kelurahan / TBM sudah direplikasi, perpustakaan desa tersebut diharapkan
menjadi pusat belajar dan berkegiatan masyarakat berbasis Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK). Seperti halnya perpustakaan daerah (perpusda) yang
awalnya kebanyakan hanya sebagai tempat pinjam dan baca buku. Setelah menjadi
mitra PerpuSeru diharapkan bertransformasi sebagai pusat kegaiatan masyarakat
berbasis TIK.
Apa saja yang
ditiru atau diduplikat? Jika selama ini Coca Cola Foundation Indonesia (CCFI) yang
melakukan pendampingan ke perpusda, dengan replikasi maka perpusdalah yang
melakukan pendampingan ke perpusdes. Bukan hanya proses pendampingan saja yang
ditiru. Akan tetapi seluruh alur dan metode mentoring juga ditiru perpusda
untuk mereplikasi perpusdes.
Mulai dari proses
sosialisasi Program PerpuSeru ke perpusdes, pelatihan Strategi Pengembangan
Perpustakaan, Pelatihan TIK, Stakeholder Meeting dan Peer Learning Meeting. Semua
proses tersebut yang melakukan adalah perpusda. Tidak lagi pihak CCFI. Jika selama
ini yang mewakili CCFI untuk memfasilitasi sosialisasi dan lainnya adalah
Fasilitator PerpuSeru, maka nantinya yang akan memfasilitasi sosialisasi dan
pelatihan atau bentuk kegiatan lainnya adalah fasilitator dari perpusda.
Tentunya fasilitator
dari perpusda nanti akan diberi bekal berupa pelatihan Training of Trainer
(ToT) terlebih dulu. Staf dari perpusda akan mendapat pelatihan bagaimana
menjadi fasilitator yang baik. Sehingga staf perpusda mampu dan berani
memfasilitasi berbagai kegiatan PerpuSeru di daerahnya. Seperti mampu
memfasilitasi sosialisasi program, memfasilitasi pelatihan, memfasilitasi Stakeholder
Meeting dan memfasilitasi PLM tingkat kabupaten.
Ada tingkatan atau
jenjang replikasi ke perpusdes. Untuk perpusda fase scale up, perpusdes
replikasi akan mendapatkan stimulan berupa komputer dan jaringan internet serta
stimulan konsumsi untuk kegiatan pelatihan dan lainnya. Berbeda dengan perpusda
fase replikasi. Perpusda pada fase ini sudah dikatakan dengan replikasi
mandiri. Dari mulai pengadaan komputer untuk perpusdes, dana pelatihan dan
lainnya itu berasal dari dana APBD masing-masing daerah. Sehingga diperlukan
komitmen kuat dari perpusda dan pimpinan daerah.
Perpustakaan
Desa Bisa Mandiri
Berdasarkan pengalaman
yang ada, perpustakaan desa mitra PerpuSeru bisa mandiri. Pihak desa/kelurahan
sudah mengalokasikan dana untuk perpusdes. Besarannya berdasarkan kebijakan
kepala desa atau lurah. Dari pengalaman penulis dulu saat mendampingi
perpusdes, anggaran yang dialokasikan minimal Rp 5 juta pertahun dari Alokasi
Dana Desa (ADD). Ada pula yang mencapai Rp 15 juta pertahun. Untuk itu perpusda
harus selektif saat memilih calon perpusdes replikasi. Yang paling utama adalah
komitmen dari kepala desa atau lurah untuk pengembangan perpusdes. Salah
satunya, bersedia mengalokasian anggaran desa untuk perpustakaan.
Ada beberapa
kondisi perpusdes mitra PerpuSeru dalam pengamatan penulis. Komitmen kades
bagus, dan kinerja pengelola perpusdes baik. Perpusdes dengan kondisi seperti
ini pasti kedepannya keberadaan perpusdes akan banyak kegiatan. Bisa juga
komitmen kades oke tapi pengelola perpusdes kurang bagus, akan tetapi ada
relawan perpusdes yang siap membantu pengembangan perpusdes. Kondisi seperti
ini kegiatan di perpusdes akan jalan. Akan tetapi jika komitmen kades kurang
bagus, meski pengelola oke dan ada dukungan relawan, kegiatan di perpusdes akan
terseok-seok.
Ada satu perpusdes
yang komitmennya luar biasa bagus. Desa ini membangun gedung perpusdes 2 lantai
dari dana desa. Menghabiskan anggaran sekitar Rp 250 juta. Kepala desa tidak
mau menerima fee dari perusahaan yang membutuhkan tandatangan kades. Kades
meminta fee tersebut diwujudkan dalam bentuk barang, seperti komputer, printer,
teve, pendingin ruangan dan material lain. Kemudian barang tadi digunakan untuk
kebutuhan perpusdes. Perangkat desa tiap triwulan dipotong jatahnya untuk
pengembangan perpusdes. Kades bersama sekdes dan perangkat desa juga getol
melakukan advokasi ke pihak lain. Kini perpusdes tersebut sudah memiliki
puluhan unit komputer. Perpusdes tersebut bernama Kucica di Desa Tulakan
Jepara.
Ada keuntungan
lain untuk membuat kegiatan di perpusdes. Jika selama ini ada anggapan hubungan
Perpusda dengan instansi pemerintah lain ada ego sektoral, untuk perpusdes tidak
ada seperti itu. Perpusdes lebih mudah bermitra dengan SKPD untuk bersinergi
mengadakan kegiatan bersama. Selain karena desa strukturalnya ada di bawah
SKPD, sisi lain SKPD memiliki banyak program pemberdayaan untuk masyarakat. Peluang
tersebut bisa ditangkap oleh perpusdes.
Di perpusdes
biasanya akan muncul relawan yang peduli terhadap pengembangan perpustakaan. Entah
disadari atau tidak, peran relawan ini juga sangat penting bagi perpusdes. Seperti
yang disampaikan Siti Sofiyah, relawan Perpusdes Kreatif Desa Krapyak Jepara. Disaat
para pengelola sibuk kerja lainnya, Sofiyah lah yang menjadi penaggungjawab
kegiatan di perpusdes. Kegiatan yang ia tangani berjalan rutin tiap minggu
sekali. Bahkan dirinya juga yang sering mewakili kegiatan PerpuSeru di
perpusda. Kepuasan batin yang Sofiyah rasakan ketika berbagi dengan masyarakat
melalui kegiatan di perpusdes. (***)
No comments:
Post a Comment