Friday, November 18, 2016

Berbagi Tips Anggaran Perpustakaan Naik

Advokasi Mitra PerpuSeru
Catatan Kecil dari Kelas Peminatan PLM Makassar 2016 




PerpuSeru mendorong perpustakaan agar sesuai fungsinya. Yakni sebagai pusat belajar dan kegiatan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Keberadaan perpustakaan sendiri sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah daerah maupun pihak lain. Upaya yang dilakukan perpustakaan guna mendukung kegiatannya dengan cara menjalin dukungan dan melibatkan berbagai sektor biasa disebut dengan advokasi.

Pihak swasta, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun non pemerintah, hingga pimpinan daerah dapat menjadi sasaran advokasi perpustakaan. Kesamaan visi untuk membangun masyarakat dan peran yang berimbang dapat menjadi jaminan advokasi menjadi kemitraan yang berkelanjutan dan saling menguntungkan antara perpustakaan dengan pihak lain.

Setiap perpustakaan daerah memiliki style atau gaya dalam melakukan advokasi. Style itu tentunya ditentukan dengan kondisi internal perpustakaan daerah, kondisi daerah dan gaya kepemimpinan kepala kantor Perpustakaan masing-masing. Catatan kecil ini akan mengupas tips dan trik advokasi yang berkelajutan. 
Ada pembelajaran menarik yang bisa diambil dari salah satu perpustakaan di Indonesia timur. Yakni Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah (KPAD) Kota Ambon. Sejak program PerpuSeru masuk ke Kota Manise, KPAD melihat bahwa program pengembangan perpustakaan berbasis TIK adalah program yang menarik. Mereka yakin akan membawa perubahan besar bagi perpustakaan di Kota Ambon.

KPAD Kota Ambon berprinsip tidak akan mampu berkembang jika staf berjalan sendiri-sendiri. Untuk itu ada pembagian peran bagi setiap staf. Maka dibentuklah tim kerja. Tim kerja dibentuk berdasarkan 3 strategi pengembangan perpustakaan. Terdiri dari tim kerja advokasi, tim kerja pelibatan masyarakat dan tim kerja peningkatan layanan TIK. Staf di bagian arsip juga dilibatkan dan ikut berperan di tim tersebut.

Pembagian peran tersebut secara berkala dilakukan rolling atau pergantian. Sehingga setiap staf akan melakukan dan merasakan bekerja di semua tim. Langlah itu dilakukan karena pegawai KPAD adalah PNS. Jika suatu waktu dari staf ada yang dimutasi atau promosi ke kantor lain, staf lain bisa menutup celah yang kosong tersebut. Dengan begitu diharapkan semua proses yang ada akan tetap berjalan.  Hal ini disampaikan Staf Perencanaan KPAD Kota Ambon, Edwin Manuhutu.

Lobi Informal di Coffee Morning

Edwin menambahkan, KPAD juga membuat forum informal yang diberi nama ‘Coffee Morning’. Mengadakan pertemuan dengan pihak lain dalam bentuk formal menurut Edwin tidak terlalu efektif.  Analisa laki-laki bertubuh besar ini berdasarkan kesuksesan lobi yang dilakukan beberapa pejabat publik biasanya dilakukan di cafe atau sejenisnya. Proses lobi dilakukan dalam suasana santai dan penuh keakraban. KPAD Kota Ambon mengadopsi cara tersebut. Setiap Jum’at pagi, mengundang stakeholder untuk ngobrol ringan di kantor perpustakaan.

Coffee Morning yang dilakukan ternyata memang efektif untuk membuka mindset para stakeholder. Membuka pemahaman bahwa perpustakaan bukan hanya sebagai tempat baca dan pinjam buku. Akan tetapi sebagai tempat belajar dan kegiatan masyarakat untuk meningatkan kualitas hidup masyarakat. Stakeholder juga semakin paham bahwa perpustkaan tidak bisa berdiri sendiri untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat. Butuh dukungan dari pihak lain.

Edwin mengingatkan, jangan berpikir di Ambon ada perusahaan besar seperti BUMN atau perusahaan swasta skala besar. Di kota berjuluk City of Music hanya rerata toko skala menengah ke bawah. Menurut pengakuan Edwin, pengusaha menengah  tersebut bersedia bekerjasama dengan perpustakaan. “Kita harus mampu meyakinkan keuntungan yang diperoleh pihak lain jika bekerjasama dengan perpustakaan”, tegasnya.

Edwin mencontohkan, toko buku misalnya. Dirinya meyakinkan ke pemilik toko buku bahwa jika masyarakat suka ke perpustakaan, pasti mereka doyan bacaan. Dan pasti suatu waktu akan beli bacaan ke toko buku. Perusahaan susu lokal di Ambon juga pernah diadvokasi dan berhasil. Apa tipsnya? Ketika masyarakat paham akan arti kesehatan melalui sosialisasi kesehatan di perpustakaan, pasti masyarakat akan berpikir mengkonsumsi susu.

Perusahaan lain pun bisa dibidik sebagai sasaran advokasi. Sebagian besar usaha di Ambon cemas akan keamanan lingkungan. Perpustakaan adalah solusinya. Jika masyarakat semakin sering memanfaatkan fasilitas perpustakaan,  mindset masyarakat akan berkembang, pasti keamanan akan terjamin. Bagaimana Edwin dan staf lain memperoleh data usaha di Kota Ambon? Mereka meminta data ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat.

Hasilnya yang diperoleh apa? Angaran KPAD Kota Ambon yang tahun ini hanya Rp 800 juta, tahun depan telah mencapai Rp 2,3 M. Perpustakan juga semakin ramai dikunjungi masyarakat. Dari sekadar membaca buku, memanfaatkan fasilitas internet dan banyak pula yang mengikuti berbagai kegiatan pelibatan masyarakat.

Perkuat Struktural Bunda Literasi

Lain ceritanya yang dilakukan di KPAD Kabupaten Bandung Barat (KBB). Kepala Kantor KPAD KBB, Euis Suryati membuat jaringan struktural Bunda Literasi dari tingkat kabupaten hingga ke desa. Bunda Literasi tingkat kabupaten adalah istri bupati, istri camat  sebagai bunda literasi tingkat kecamatan dan di tingkat desa, istri kepala desa. Dengan cara ini terbilang efektif untuk mempengaruhi pembuat kebijakan di masing-masing tingkatan.

Tidak kalah penting, pernah dilakuan Bunda Euis, begitu panggilan akrab Kepala KPAD KBB, melakukan pertemuan dengan stakeholder dalam skala besar. Mengundang pimpinan daerah, SKPD, angota dewan, perusahaan lokal, sekolah, komunitas dalam forum bersama. Pertemuan ini untuk membuka pemahaman peserta akan arti pengembangan perpustakaan. Setelah itu supprot dari yang hadir hasilnya ada perubahan cara pandang terhadap keberadaan perpustakaan. “Acara ini kita lakukan tanpa ada dana dari APBD, kita kerjasama dengan salah satu penerbit buku”, terang Euis.

Apa yang ditawakan kepada penerbit buku? Jika gerakan literasi dan gerakan  membaca buku dilakukan, niscaya keberadaan buku akan dibutuhkan oleh masyarkat. Penerbit buku bersedia membatu kebutuhan acara yang dihadiri lebih dari 300 peserta. Sebetulnya kita bisa bermitra dengan siapapun. Asal kita punya cara untuk menyampaikan keuntungan mitra seperti apa. Salah satu yang paling efektif, ya melalui pertemuan dengan stakeholder di forum bersama.

Ada tips menarik lain yang disampaikan Bunda Euis, ketika ditanya strategi agar anggaran perpustkaan bisa naik. Apa jawabannya? Dirinya menggunaka strategi air mata. ‘Menangis’ di hadapan pimpinan daerah, supaya anggaran dinaikkan.  Seraya menyampaikan kondisi memprihatinkan perpustakaan, di sisi lain semakin banyak masyarakat yang datang ke perpustakaan. Ada dua opsi yang diajukan ke pimpinan daerah, yaitu anggaran dinaikkan atau Bunda Euis minta pindah ke instansi lain. “Strategi ini pas kayaknya dilakukan jika kepala kantor perpustakaan itu perempuan”, katanya sambil tersenyum.

Hasil dari advokasi yang telah dilakukan antara lain, anggaran meningat tajam. Pada tahun 2013 sejumlah Rp 1,2 M, sekarang naik menjadi Rp 8,9 M. Ruangan yang dulunya sangat sempit, sekarang sudah dibangun dan lebih luas. Gedung perkantoran di samping KPAD, sekarang sudah menjadi milik KPAD. Mobil perpustakaan keliling yang dulu hanya 1 unit, sekarang sudah 4 mobil. 

Kuliah Anggaran Libatkan Instansi Lain

Menarik lagi yang dilakukan di Kota Gerbang Salam.  Jika di Kota Manado dengan Coffee Morning, di KPAD Kabupaten Pamekasan mengadakan Kuliah Anggaran bagi staf KPAD. Pemateri yang diundang untuk ngajar dari Bappeda, DPPKAD dan komisi yang membidangi anggaran. Dengan begitu diharapkan staf KPA mengetahui alur dan mekanisme pengajuan anggaran. Setelah kuliah tersebut, KPAD bisa menagih janji ke Bappeda dan DPRD atas pengajuan anggaran yang telah dilakukan. Karena sudah sesuai alur, prosedur dan mekanisme pengaggaran yang tepat. “Kita taguh janji mereka, setelah mereka memberi kuliah ke kita”, kata Kepala KPAD Pamekasan, Akhmad Zaini.  

KPAD Pamekasan juga melakuan cara lain, menggunakan sasaran advokasi sekunder. Yakni orang atau lembaga yang dianggap mampu untuk mempengaruhi sasaran advokasi utama. Untuk mengadvokasi wakil bupati, Zaini meminta bantuan ke salah satu pemustaka aktif perpustakaan Pamekasan. Seorang perempuan yang tiap hari sering berkunjung ke perpustakaan. Si ibu tersebut dianggap dekat dan mampu mempengaruhi wakil bupati.

Padahal kalau dirunut sejarah, Zaini pernah mempunyai hubungan tidak harmonis dengan bupati Pamekasan. Saat dirinya menjabat sebagai sektrerais KPUD Pamekasan. Kala itu salah satu calon bupati melakukan protes atas kebijakan Zaini. Protes berujung demonstrasi besar di Pamekasan. Tidak beruntungnya Zaini, calon bupati yang protes tadi terpilih sebagai bupati. Namun saat awal menjabat sebagai kepala KPAD, bapak yang aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan ini banyak menunjukkan prestasi perpustakaan di hadapan bupati.

Hasil kerja keras bisa dilihat sekarang di Pemekasan. Anggaan meningkat tajam, pengunjung selalu membludak tiap hari, bahkan sudah dikatakan over load, baik di dalam maupun luar gedung. Keberhasilan ketiga perpustakaan di atas, tidak bisa lepas dari usaha mereka melakukan advokasi. Baik ke pemerintah, kelompok masyarakat, swasta, maupun  ke pimpinan daerah.

Catatan pendek ini bersumber dari hasil diskusi kelas peminatan (interest class) yang berlangsung di Peer Learning Meeting (PLM) di Makassar, penghujung Oktober 2016 lalu. Semoga catatan pendek ini berguna bagi pengembangan perpustakaan di Indonesia. (***)
 

No comments:

Post a Comment