Catatan Kecil dari Kelas Peminatan PLM Makassar 2016
PerpuSeru mendorong perpustakaan agar
sesuai fungsinya. Yakni sebagai pusat belajar dan kegiatan guna meningkatkan
kualitas hidup masyarakat. Keberadaan perpustakaan sendiri sangat membutuhkan
dukungan dari pemerintah daerah maupun pihak lain. Upaya yang dilakukan
perpustakaan guna mendukung kegiatannya dengan cara menjalin dukungan dan
melibatkan berbagai sektor biasa disebut dengan advokasi.
Pihak swasta, kelompok masyarakat,
lembaga pemerintah maupun non pemerintah, hingga pimpinan daerah dapat menjadi
sasaran advokasi perpustakaan. Kesamaan visi untuk membangun masyarakat dan
peran yang berimbang dapat menjadi jaminan advokasi menjadi kemitraan yang
berkelanjutan dan saling menguntungkan antara perpustakaan dengan pihak lain.
Setiap perpustakaan daerah memiliki style atau gaya dalam melakukan
advokasi. Style itu tentunya
ditentukan dengan kondisi internal perpustakaan daerah, kondisi daerah dan gaya
kepemimpinan kepala kantor Perpustakaan masing-masing. Catatan kecil ini akan
mengupas tips dan trik advokasi yang berkelajutan.
Ada pembelajaran menarik yang bisa
diambil dari salah satu perpustakaan di Indonesia timur. Yakni Kantor
Perpustakaan dan Arsip Daerah (KPAD) Kota Ambon. Sejak program PerpuSeru masuk
ke Kota Manise, KPAD melihat bahwa program pengembangan perpustakaan berbasis
TIK adalah program yang menarik. Mereka yakin akan membawa perubahan besar bagi
perpustakaan di Kota Ambon.
KPAD Kota Ambon berprinsip tidak akan
mampu berkembang jika staf berjalan sendiri-sendiri. Untuk itu ada pembagian
peran bagi setiap staf. Maka dibentuklah tim kerja. Tim kerja dibentuk
berdasarkan 3 strategi pengembangan perpustakaan. Terdiri dari tim kerja
advokasi, tim kerja pelibatan masyarakat dan tim kerja peningkatan layanan TIK.
Staf di bagian arsip juga dilibatkan dan ikut berperan di tim tersebut.
Pembagian peran tersebut secara
berkala dilakukan rolling atau
pergantian. Sehingga setiap staf akan melakukan dan merasakan bekerja di semua
tim. Langlah itu dilakukan karena pegawai KPAD adalah PNS. Jika suatu waktu
dari staf ada yang dimutasi atau promosi ke kantor lain, staf lain bisa menutup
celah yang kosong tersebut. Dengan begitu diharapkan semua proses yang ada akan
tetap berjalan. Hal ini disampaikan Staf
Perencanaan KPAD Kota Ambon, Edwin Manuhutu.
Lobi Informal di Coffee
Morning
Edwin menambahkan, KPAD juga membuat
forum informal yang diberi nama ‘Coffee
Morning’. Mengadakan pertemuan dengan pihak lain dalam bentuk formal
menurut Edwin tidak terlalu efektif. Analisa
laki-laki bertubuh besar ini berdasarkan kesuksesan lobi yang dilakukan
beberapa pejabat publik biasanya dilakukan di cafe atau sejenisnya. Proses lobi
dilakukan dalam suasana santai dan penuh keakraban. KPAD Kota Ambon mengadopsi
cara tersebut. Setiap Jum’at pagi, mengundang stakeholder untuk ngobrol ringan
di kantor perpustakaan.
Coffee Morning
yang dilakukan ternyata memang efektif untuk membuka mindset para stakeholder. Membuka pemahaman bahwa
perpustakaan bukan hanya sebagai tempat baca dan pinjam buku. Akan tetapi
sebagai tempat belajar dan kegiatan masyarakat untuk meningatkan kualitas hidup
masyarakat. Stakeholder juga semakin
paham bahwa perpustkaan tidak bisa berdiri sendiri untuk memfasilitasi kebutuhan
masyarakat. Butuh dukungan dari pihak lain.
Edwin mengingatkan, jangan berpikir
di Ambon ada perusahaan besar seperti BUMN atau perusahaan swasta skala besar.
Di kota berjuluk City of Music hanya rerata
toko skala menengah ke bawah. Menurut pengakuan Edwin, pengusaha menengah tersebut bersedia bekerjasama dengan
perpustakaan. “Kita harus mampu meyakinkan keuntungan yang diperoleh pihak lain
jika bekerjasama dengan perpustakaan”, tegasnya.
Edwin mencontohkan, toko buku
misalnya. Dirinya meyakinkan ke pemilik toko buku bahwa jika masyarakat suka ke
perpustakaan, pasti mereka doyan bacaan. Dan pasti suatu waktu akan beli bacaan
ke toko buku. Perusahaan susu lokal di Ambon juga pernah diadvokasi dan
berhasil. Apa tipsnya? Ketika masyarakat paham akan arti kesehatan melalui
sosialisasi kesehatan di perpustakaan, pasti masyarakat akan berpikir
mengkonsumsi susu.
Perusahaan lain pun bisa dibidik
sebagai sasaran advokasi. Sebagian besar usaha di Ambon cemas akan keamanan
lingkungan. Perpustakaan adalah solusinya. Jika masyarakat semakin sering
memanfaatkan fasilitas perpustakaan, mindset
masyarakat akan berkembang, pasti keamanan akan terjamin. Bagaimana Edwin dan
staf lain memperoleh data usaha di Kota Ambon? Mereka meminta data ke Dinas Perindustrian
dan Perdagangan setempat.
Hasilnya yang diperoleh apa? Angaran
KPAD Kota Ambon yang tahun ini hanya Rp 800 juta, tahun depan telah mencapai Rp
2,3 M. Perpustakan juga semakin ramai dikunjungi masyarakat. Dari sekadar
membaca buku, memanfaatkan fasilitas internet dan banyak pula yang mengikuti
berbagai kegiatan pelibatan masyarakat.
Perkuat Struktural Bunda Literasi
Lain ceritanya yang dilakukan di KPAD
Kabupaten Bandung Barat (KBB). Kepala Kantor KPAD KBB, Euis Suryati membuat
jaringan struktural Bunda Literasi dari tingkat kabupaten hingga ke desa. Bunda
Literasi tingkat kabupaten adalah istri bupati, istri camat sebagai bunda literasi tingkat kecamatan dan di
tingkat desa, istri kepala desa. Dengan cara ini terbilang efektif untuk mempengaruhi
pembuat kebijakan di masing-masing tingkatan.
Tidak kalah penting, pernah dilakuan Bunda
Euis, begitu panggilan akrab Kepala KPAD KBB, melakukan pertemuan dengan stakeholder dalam skala besar.
Mengundang pimpinan daerah, SKPD, angota dewan, perusahaan lokal, sekolah, komunitas
dalam forum bersama. Pertemuan ini untuk membuka pemahaman peserta akan arti
pengembangan perpustakaan. Setelah itu supprot dari yang hadir hasilnya ada perubahan
cara pandang terhadap keberadaan perpustakaan. “Acara ini kita lakukan tanpa
ada dana dari APBD, kita kerjasama dengan salah satu penerbit buku”, terang Euis.
Apa yang ditawakan kepada penerbit
buku? Jika gerakan literasi dan gerakan
membaca buku dilakukan, niscaya keberadaan buku akan dibutuhkan oleh
masyarkat. Penerbit buku bersedia membatu kebutuhan acara yang dihadiri lebih
dari 300 peserta. Sebetulnya kita bisa bermitra dengan siapapun. Asal kita
punya cara untuk menyampaikan keuntungan mitra seperti apa. Salah satu yang
paling efektif, ya melalui pertemuan dengan stakeholder di forum bersama.
Ada tips menarik lain yang disampaikan
Bunda Euis, ketika ditanya strategi agar anggaran perpustkaan bisa naik. Apa
jawabannya? Dirinya menggunaka strategi air mata. ‘Menangis’ di hadapan pimpinan
daerah, supaya anggaran dinaikkan. Seraya
menyampaikan kondisi memprihatinkan perpustakaan, di sisi lain semakin banyak
masyarakat yang datang ke perpustakaan. Ada dua opsi yang diajukan ke pimpinan
daerah, yaitu anggaran dinaikkan atau Bunda Euis minta pindah ke instansi lain.
“Strategi ini pas kayaknya dilakukan jika kepala kantor perpustakaan itu
perempuan”, katanya sambil tersenyum.
Hasil dari advokasi yang telah dilakukan
antara lain, anggaran meningat tajam. Pada tahun 2013 sejumlah Rp 1,2 M,
sekarang naik menjadi Rp 8,9 M. Ruangan yang dulunya sangat sempit, sekarang
sudah dibangun dan lebih luas. Gedung perkantoran di samping KPAD, sekarang
sudah menjadi milik KPAD. Mobil perpustakaan keliling yang dulu hanya 1 unit,
sekarang sudah 4 mobil.
Kuliah Anggaran Libatkan Instansi Lain
Menarik lagi yang dilakukan di Kota
Gerbang Salam. Jika di Kota Manado
dengan Coffee Morning, di KPAD
Kabupaten Pamekasan mengadakan Kuliah Anggaran bagi staf KPAD. Pemateri yang
diundang untuk ngajar dari Bappeda, DPPKAD dan komisi yang membidangi anggaran.
Dengan begitu diharapkan staf KPA mengetahui alur dan mekanisme pengajuan anggaran.
Setelah kuliah tersebut, KPAD bisa menagih janji ke Bappeda dan DPRD atas
pengajuan anggaran yang telah dilakukan. Karena sudah sesuai alur, prosedur dan
mekanisme pengaggaran yang tepat. “Kita taguh janji mereka, setelah mereka
memberi kuliah ke kita”, kata Kepala KPAD Pamekasan, Akhmad Zaini.
KPAD Pamekasan juga melakuan cara
lain, menggunakan sasaran advokasi sekunder. Yakni orang atau lembaga yang
dianggap mampu untuk mempengaruhi sasaran advokasi utama. Untuk mengadvokasi
wakil bupati, Zaini meminta bantuan ke salah satu pemustaka aktif perpustakaan Pamekasan.
Seorang perempuan yang tiap hari sering berkunjung ke perpustakaan. Si ibu tersebut
dianggap dekat dan mampu mempengaruhi wakil bupati.
Padahal kalau dirunut sejarah, Zaini
pernah mempunyai hubungan tidak harmonis dengan bupati Pamekasan. Saat dirinya
menjabat sebagai sektrerais KPUD Pamekasan. Kala itu salah satu calon bupati
melakukan protes atas kebijakan Zaini. Protes berujung demonstrasi besar di Pamekasan.
Tidak beruntungnya Zaini, calon bupati yang protes tadi terpilih sebagai bupati.
Namun saat awal menjabat sebagai kepala KPAD, bapak yang aktif di berbagai
organisasi kemasyarakatan ini banyak menunjukkan prestasi perpustakaan di hadapan
bupati.
Hasil kerja keras bisa dilihat sekarang
di Pemekasan. Anggaan meningkat tajam, pengunjung selalu membludak tiap hari,
bahkan sudah dikatakan over load,
baik di dalam maupun luar gedung. Keberhasilan ketiga perpustakaan di atas,
tidak bisa lepas dari usaha mereka melakukan advokasi. Baik ke pemerintah, kelompok
masyarakat, swasta, maupun ke pimpinan daerah.
Catatan pendek ini bersumber dari hasil
diskusi kelas peminatan (interest class)
yang berlangsung di Peer Learning Meeting
(PLM) di Makassar, penghujung Oktober 2016 lalu. Semoga catatan pendek ini
berguna bagi pengembangan perpustakaan di Indonesia. (***)
No comments:
Post a Comment