Hidup dari menjual proposal membuat bathin lelaki
gondrong ini tidak nyaman. Meski hasil yang diperoleh tidak hanya dinikmati
untuk diri sendiri. Ia lebih memanfaarkan untuk keberlangsungan lembaga
permberdayaan yang ia kelola. Sebuah lembaga pemberdayaan untuk orang dengan
HIV-AIDS (ODHA).
I Made Suwarnayasa (36 tahun) begitu nama
lengkapnya. Ia merupakan seorang aktivis HIV dari Komunitas Jalak Bali. Tamatan
SMA ini memiliki semangat tinggi untuk membantu memberdayakan orang yang
terinfeksi HIV. Dari komunitas tersebut dirinya mengenal banyak orang yang
bergelut di dunia medis. Salah satunya karyawan di rumah sakit daerah dimana ia
tinggal, Christin.
Seperti pada umumnya PNS, Christin
dipindahtugaskan ke kantor barunya di Perpusda Jembrana. Dari sinilah Christin mempromosikan fasilitas
layanan komputer dan internet ke Suwarnayasa. Sejak saat itu pemuda yang biasa
dipanggil Dek Nok ini memanfaatkan layanan komputer dan wifi gratis di
perpustakaan.
Gejolak bathin yang sudah tidak nyaman dengan
mengandalkan proposal, Dek Nok menemukan ide untuk menekuni industri kreatif. Namun
apa daya, kemampuan dan informasi tentang industri kretaif tidak banyak ia
miliki. Untuk itu saat memanfaatkan layanan internet di perpustakaan, ia
mencari informasi tentang industri kretaif yang bisa dikembangkan di Jembrana.
Dek Nok akhirnya menemukan ide untuk mengolah
sampah menjadi pupuk organik. Sampah yang dianggap masyarakat tidak dapat
digunakan lagi, kini berhasil diolah menjadi pupuk bernilai ekonomis. Sampah
tadi mampu mengembangkan bakteri sendiri sehingga tidak menghasilkan bau. Tidak
hanya mengelola sampah menjadi pupuk, kini juga menjual alat pengolahan sampah,
dijual hingga ke Papua dengan harga Rp. 250.000.
Keberhasilan dia mengolah sampah menjadi pupuk
organik seorang diri di Jembrana, membuat dirinya dilirik untuk menjadi
pembicara hingga ke Jawa Timur. Bukan hanya menjadikan sampah sebagai pupuk
organik, beliau juga mengolah koran bekas menjadi barang berharga bernilai jual
hingga Rp.250.000. Koran bekas disulap menjadi kerajinan kreatif seperti tempat
tisu, alat untuk upacara untuk umat Hindu di Bali serta nampan dan tempat buah.
Informasi kerajinan koran bekas yang didapat
Dek Nok dari internet tidak semua diterapkan. Dari hasil browsing cat yang
dipakai tidak ramah lingkungan. Kemudian ia memodifikasi cara mengolah koran
bekas dan mengganti cat. Cat yang dulunya menggunakan campuran bensin, ia ganti
dengan campuran air.
Hasil kerajinan Dek Nok kini telah dipamerkan
di TMII Jakarta. Dek Nok juga telah melatih 30 orang untuk bisa terampil
seperti dirinya. Dari 30 orang yang dilatih 7 orang telah mampu untuk terus
berkarya seperti dirinya. Hasil karya mereka bahkan terkadang tidak mencukupi
pesanan yang ada. Kini tekad ayah murah senyum ini untuk memberdayakan ODHA
tanpa menjual proposal bisa berjalan mulus. Tidak hanya itu, ia juga mampu
mengangkat perekonomian masyarakar melalui karya yang mereka ciptakan. (***)
No comments:
Post a Comment