Monday, November 28, 2016

PerpuSeru Jembrana, Temukan Nikmat Sampah di Perpustakaan




Hidup dari menjual proposal membuat bathin lelaki gondrong ini tidak nyaman. Meski hasil yang diperoleh tidak hanya dinikmati untuk diri sendiri. Ia lebih memanfaarkan untuk keberlangsungan lembaga permberdayaan yang ia kelola. Sebuah lembaga pemberdayaan untuk orang dengan HIV-AIDS (ODHA).

I Made Suwarnayasa (36 tahun) begitu nama lengkapnya. Ia merupakan seorang aktivis HIV dari Komunitas Jalak Bali. Tamatan SMA ini memiliki semangat tinggi untuk membantu memberdayakan orang yang terinfeksi HIV. Dari komunitas tersebut dirinya mengenal banyak orang yang bergelut di dunia medis. Salah satunya karyawan di rumah sakit daerah dimana ia tinggal, Christin.

Seperti pada umumnya PNS, Christin dipindahtugaskan ke kantor barunya di Perpusda Jembrana.  Dari sinilah Christin mempromosikan fasilitas layanan komputer dan internet ke Suwarnayasa. Sejak saat itu pemuda yang biasa dipanggil Dek Nok ini memanfaatkan layanan komputer dan wifi gratis di perpustakaan.

Gejolak bathin yang sudah tidak nyaman dengan mengandalkan proposal, Dek Nok menemukan ide untuk menekuni industri kreatif. Namun apa daya, kemampuan dan informasi tentang industri kretaif tidak banyak ia miliki. Untuk itu saat memanfaatkan layanan internet di perpustakaan, ia mencari informasi tentang industri kretaif yang bisa dikembangkan di Jembrana.

Dek Nok akhirnya menemukan ide untuk mengolah sampah menjadi pupuk organik. Sampah yang dianggap masyarakat tidak dapat digunakan lagi, kini berhasil diolah menjadi pupuk bernilai ekonomis. Sampah tadi mampu mengembangkan bakteri sendiri sehingga tidak menghasilkan bau. Tidak hanya mengelola sampah menjadi pupuk, kini juga menjual alat pengolahan sampah, dijual hingga ke Papua dengan harga Rp. 250.000.

Keberhasilan dia mengolah sampah menjadi pupuk organik seorang diri di Jembrana, membuat dirinya dilirik untuk menjadi pembicara hingga ke Jawa Timur. Bukan hanya menjadikan sampah sebagai pupuk organik, beliau juga mengolah koran bekas menjadi barang berharga bernilai jual hingga Rp.250.000. Koran bekas disulap menjadi kerajinan kreatif seperti tempat tisu, alat untuk upacara untuk umat Hindu di Bali serta nampan dan tempat buah.

Informasi kerajinan koran bekas yang didapat Dek Nok dari internet tidak semua diterapkan. Dari hasil browsing cat yang dipakai tidak ramah lingkungan. Kemudian ia memodifikasi cara mengolah koran bekas dan mengganti cat. Cat yang dulunya menggunakan campuran bensin, ia ganti dengan campuran air.

Hasil kerajinan Dek Nok kini telah dipamerkan di TMII Jakarta. Dek Nok juga telah melatih 30 orang untuk bisa terampil seperti dirinya. Dari 30 orang yang dilatih 7 orang telah mampu untuk terus berkarya seperti dirinya. Hasil karya mereka bahkan terkadang tidak mencukupi pesanan yang ada. Kini tekad ayah murah senyum ini untuk memberdayakan ODHA tanpa menjual proposal bisa berjalan mulus. Tidak hanya itu, ia juga mampu mengangkat perekonomian masyarakar melalui karya yang mereka ciptakan. (***)

No comments:

Post a Comment