Monday, November 28, 2016

Tim PerpuSeru Indonesia, Kuat dan Saling Menguatkan

Dear all. Selamat untuk kita semua, PLM 2016 bisa terlaksana dengan baik dan sukses. Pesan tersampaikan dengan baik dan jelas. Peserta termotivasi dan mendapatkan inspirasi serta pembelajaran satu sama lain. Dengan jumlah peserta yang cukup besar, peserta bisa tertib dan bisa tertangani dengan baik. Di setiap sesi yang kita rencanakan, tujuannya bisa tercapai.

Terimakasih untuk Mbak Dina selaku team leader kita semua untuk acara ini. Terimakasih untuk komitmen dan kerja kerasnya dalam mengorganisir tim, mulai dari persiapan dan pelaksanaannya. Terimakasih juga untuk teman-teman semua yang sudah bekerja keras, memberikan kontribusi penting sesuai dengan peran masing-masing, menjadi paduan yang indah dan memberi hasil nyata.

Thank you for being a great team, and let’s keep up our great work. Have a very nice weekend everyone.

Motivasi indah di atas ditulis Divisi Implementation & Capacity Building Program PerpuSeru-CCFI, Masnur Esterida Cornelia, dikirimkan melalui surat elektronik kepada semua personal yang terlibat di PLM Jakarta 2016.

Sebuah tulisan pendek yang mampu membangkitkan semangat dan komitmen bagi yang membaca. Tulisan pendek berisikan apresiasi atas kinerja sebuah tim atas peran dan tanggung jawab masing-masing. Memberikan ulasan atas kesuksesan yang telah dicapai. Sehingga setiap personal tahu apa yang telah dilakukan kemarin berjalan sesuai dengan tujuan. Pemilihan kata yang tepat (contoh; menjadi paduan yang indah dan memberi hasil nyata) yang ditulis Mbak Lia, biasa ia dipanggil, mampu menjadi kekuatan motivasi bagi yang menerima e-mail tersebut.

Seperti yang disampaikan Agustinus Kristiyanto dari Persona Consulting, saat menjadi narasumber di PLM Jakarta 2016. Berbagi dengan anggota merupakan ciri dari kepemimpinan di tim. Berbeda dengan kepemimpinan di sebuah grup yang sifatnya instruksional dari pemimpin. Ada pembagian peran yang jelas dan tepat sesuai dengan kemampuan personal. Setiap personal memperoleh informasi yang sama, sehingga tidak akan tumpang tindih jika akan menyebarkan informasi ke pihak lain. Program PerpuSeru sudah berbagi kesuksesan setiap perpustakaan mitra, melalui PLM.

Menurut Pak Kris, tanggung jawab pada tim menjadi milik bersama secara proporsional. Jika di grup tanggung jawab milik grup bukan personal. Ditekankan oleh Direktur Program PerpuSeru, Erlyn Sulistyaningsih, bahwa kegiatan PLM adalah dari kita, oleh kita dan untuk kita. Jelas dan gamblang sudah apa yang disampaikan Bu Erlyn ke kita. Bahwa kegiatan PLM dan Perpuseru adalah milik semua perpustakaan mitra. Baik perpustakaan provinsi, perpustakaan daerah/kota, perpustakaan desa/kelurahan maupun TBM. Kesuksesan PerpuSeru merupakan kesuksesan perpustakaan. Kemajuan PerpuSeru merupakan milik perpustakaan.

Pengembangan sebuah tim adalah dengan saling menguatkan dan mendukung. Jika pada grup, pengembangan lebih fokus pada pekerjaan. Contoh surat pendek di atas adalah sebagian kecil yang sudah dilakukan guna saling menguatkan dan memberi dukungan antar personal di PerpuSeru. Baik saling menguatkan antar personal, antar personal dengan perpustakaan maupun antar perpustakaan mitra. Saling menguatkan dan mendukung bisa diwujudkan melalui grup media sosial, kegiatan PLM, kegiatan lokakarya dan bentuk lainnya yang sudah dilaksanakan PerpuSeru.   

PerpuSeru dan Perpustakaan adalah satu tim. Kuat dan saling menguatkan! (***)

  

PerpuSeru Jembrana, Temukan Nikmat Sampah di Perpustakaan




Hidup dari menjual proposal membuat bathin lelaki gondrong ini tidak nyaman. Meski hasil yang diperoleh tidak hanya dinikmati untuk diri sendiri. Ia lebih memanfaarkan untuk keberlangsungan lembaga permberdayaan yang ia kelola. Sebuah lembaga pemberdayaan untuk orang dengan HIV-AIDS (ODHA).

I Made Suwarnayasa (36 tahun) begitu nama lengkapnya. Ia merupakan seorang aktivis HIV dari Komunitas Jalak Bali. Tamatan SMA ini memiliki semangat tinggi untuk membantu memberdayakan orang yang terinfeksi HIV. Dari komunitas tersebut dirinya mengenal banyak orang yang bergelut di dunia medis. Salah satunya karyawan di rumah sakit daerah dimana ia tinggal, Christin.

Seperti pada umumnya PNS, Christin dipindahtugaskan ke kantor barunya di Perpusda Jembrana.  Dari sinilah Christin mempromosikan fasilitas layanan komputer dan internet ke Suwarnayasa. Sejak saat itu pemuda yang biasa dipanggil Dek Nok ini memanfaatkan layanan komputer dan wifi gratis di perpustakaan.

Gejolak bathin yang sudah tidak nyaman dengan mengandalkan proposal, Dek Nok menemukan ide untuk menekuni industri kreatif. Namun apa daya, kemampuan dan informasi tentang industri kretaif tidak banyak ia miliki. Untuk itu saat memanfaatkan layanan internet di perpustakaan, ia mencari informasi tentang industri kretaif yang bisa dikembangkan di Jembrana.

Dek Nok akhirnya menemukan ide untuk mengolah sampah menjadi pupuk organik. Sampah yang dianggap masyarakat tidak dapat digunakan lagi, kini berhasil diolah menjadi pupuk bernilai ekonomis. Sampah tadi mampu mengembangkan bakteri sendiri sehingga tidak menghasilkan bau. Tidak hanya mengelola sampah menjadi pupuk, kini juga menjual alat pengolahan sampah, dijual hingga ke Papua dengan harga Rp. 250.000.

Keberhasilan dia mengolah sampah menjadi pupuk organik seorang diri di Jembrana, membuat dirinya dilirik untuk menjadi pembicara hingga ke Jawa Timur. Bukan hanya menjadikan sampah sebagai pupuk organik, beliau juga mengolah koran bekas menjadi barang berharga bernilai jual hingga Rp.250.000. Koran bekas disulap menjadi kerajinan kreatif seperti tempat tisu, alat untuk upacara untuk umat Hindu di Bali serta nampan dan tempat buah.

Informasi kerajinan koran bekas yang didapat Dek Nok dari internet tidak semua diterapkan. Dari hasil browsing cat yang dipakai tidak ramah lingkungan. Kemudian ia memodifikasi cara mengolah koran bekas dan mengganti cat. Cat yang dulunya menggunakan campuran bensin, ia ganti dengan campuran air.

Hasil kerajinan Dek Nok kini telah dipamerkan di TMII Jakarta. Dek Nok juga telah melatih 30 orang untuk bisa terampil seperti dirinya. Dari 30 orang yang dilatih 7 orang telah mampu untuk terus berkarya seperti dirinya. Hasil karya mereka bahkan terkadang tidak mencukupi pesanan yang ada. Kini tekad ayah murah senyum ini untuk memberdayakan ODHA tanpa menjual proposal bisa berjalan mulus. Tidak hanya itu, ia juga mampu mengangkat perekonomian masyarakar melalui karya yang mereka ciptakan. (***)

Sunday, November 27, 2016

PerpuSeru Bambapuang, Si Disra Tersentuh Teknologi Informasi

Bu Disra (39), guru PAUD di Desa Bambapuang, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang. Ia mulai mengajar sejak tahun 2008. Sebagai guru dirinya senantiasa dituntut inovatif dalam memberikan pengajaran kepada peserta didik. Untuk itu Disra menyadari pentingnya seorang guru mempelajari metode dan bahan pengajaran serta menguasai teknologi informasi.

Selain bertugas memberikan pendidikan kepada anak didik, Disra juga dituntut untuk membuat laporan-laporan sekolah. Dikarenakan belum mampu membuat laporan dengan menggunakan komputer, ia mesti ke jasa pengetikan untuk membuatnya. Ia harus menempuh jarak yang cukup jauh ke Kota Enrekang hanya untuk membuat laporan. Tidak sedikit biaya yang harus dirogoh dari dompet. Ia harus rela mengeluarkan biaya jasa pengetikan dan transportasi setiap kali membuat laporan. Untuk sekali pembuatan laporan biasanya biaya yang dikeluarkannya sebesar Rp. 500.000.

Saat yang sama, Perpustakaan Desa Bambapuang yang didukung oleh Program PerpuSeru Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI) sedang mengembangkan perpustakaan menjadi pusat belajar berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Untuk mendukung hal itu, Perpustakaan Desa Bambapuang menyediakan layanan komputer dan internet secara gratis bagi masyarakat. Melalui informasi kegiatan dan fasilitas perpustakaan desa tersebut, Bu Disra ikut belajar kursus komputer dasar dan internet. 
Suasana Pelatihan Komputer dan Internet Dasar di Perpusdes Bambapuang
Ibu muda ini bersama warga desa lainya lalu diajarkan mengoperasikan komputer dan internet dasar. Selama beberapa hari Bu Disra mengikuti kegiatan tersebut. Perlahan-lahan Bu Disra mulai belajar mengetik dengan menggunakan Microsoft Word. Selain itu, ia juga diajar membuat laporan di Microsoft Excel.

Atas bimbingan mentor yang difasilitasi Perpustakaan Desa Bambapuang, Bu Disra pun mulai menggunakan internet sebagai media mencari informasi dan bahan ajar anak didiknya. Hal ini kemudian menjadi referensi dan inspirasi bagi Bu Disra dalam memberikan pelajaran yang variatif dan menarik bagi peserta didiknya di sekolah.

Seiring waktu, dengan semangat belajar Bu Disra, akhirnya ia tak lagi bersusah-susah membuat laporan di jasa pengetikan yang jarak cukup jauh dari rumahnya. Sebab keberadaan perpustakaan desa telah membuka jalan bagi Bu Disra untuk membuat laporan secara mandiri. Kini ia tak lagi mengeluarkan biaya sepersen pun. Alhasil, Bu Disra juga sudah mampu mengirimkan data sekolah dalam jaringan (online).

Bu Disra yang telah merasakan manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan oleh Perpustakaan Desa Bambapuang, selanjutnya mulai mengajak teman-temannya dan warga lain untuk datang ke perpustakaan desa. Ia melihat keberadaan Perpustakaan Desa Bambapuang sangat potensial untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di desanya. (***)

Kontributor:
IRSAN, Pustakawan Perpusda Kab Enrekang


Saturday, November 26, 2016

PerpuSeru Bambapuang, Jadi Pawang Hujan Berkat Perpustakaan


Suatu pagi, bapak muda keluar rumah menuju ke kebun miliknya. Terlihat banyak tetangga kanan  kiri yang ia lewati menjemur cengkeh hasil panen. Dirinya tak sesibuk seperti yang lain, meski memiiki cengkeh yang harus segera dijemur. Entah dilangkah yang keberapa ia ditegur salah satu tetangga kenapa tak ikut menjemur hasil panen. Ia hanya menjawab, tak usah jemur hari ini, sebentar lagi turun hujan.

Benar juga apa yang dikata bapak muda tersebut. Siang hari turun hujan. Tak ayal para tetangga tadi harus pontang panting mengemas cengkeh yang dijemur. Tak hanya satu kali, apa yang dikatakan dia terkait musim sering menjadi kenyataan. Sehingga para tetangga menyebutnya sebagai pawang hujan yang hebat di kampungnya.

Musim sedang tak menentu. Pagi hari muncul sang mentari bersinar, akan tetapi menjelang siang awan hitam sudah menghampiri. Anomali cuaca seperti ini membingungkan masyarakat Desa Mambapuang, Anggareja, Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Sebagian besar masyarakat yang hidup di dataran tinggi tersebut menggantungkan pada hasil bumi.   

Di saat panen cengkeh, hasil petikan cengkeh harus segera dijemur. Agar cengkeh benar kering sehingga jika disimpan tak akan kena jamur. Butuh waktu 4 hari jika matahari terik. Maka selesai panen, para petani segera melakukan penjemuran agar menghasilkan cengkeh berkualitas baik.
   

Laherong Ila, begitu nama lengkap bapak muda di atas tadi. Dia menceritakan kisahnya yang pernah disebut sebagai pawang hujan di kampungnya. Sambil tersenyum Laherong mengisahkan bahwa dirinya bukan pawang hujan. Tetangga dan teman-teman saja yang memanggil demikian. Karena ia dianggap pintar memperkirakan cuaca. Ia membuka rahasia mengapa bisa memperkirakan cuaca. Bahwa sebelumnya Laherong membuka internet terkait prakiraan cuaca dari BMKG.
Laherong memanfaatkan layanan intener Perpusdes Mambapuang

Laherong merupakan petani cengkeh, pernah menjadi TKI. Pertanian cengkeh yang ia garap kurang subur. Hanya bisa menghasilkan sekitar 500 liter sekali panen. Ia tertarik adanya pelatihan komputer dan internet di perpustakaan desa dimana ia tinggal. Dari situlah informasi apa saja yang ia inginkan, ia datang ke perpustakaan untuk memanfaatkan layanan internet gratis. Salah satunya mencari informasi cuaca untuk membantu dirinya menjemur cengkeh hasil panen.

Setelah mengenal perpustakaan, ia sering ke gedung yang disebut jendela dunia tersebut. Mencari informasi di buku dan internet terkait pertanian cengkeh. Informasi yang didapat kemudian diterapkan di tanah pertaniannya. Hasil yang didapat diluar dugaan Laherong. Sekali panen bisa mencapai 4000 liter.

Tak hnya itu, Laheron  juga mencari informasi tentang komoditi tanama yang ditanam oleh para petani di seputar Sulawesi dan NTB. Dia melakukan hal tersebut untuk memperkirakan harga pasar. Ia melihat NTB memiliki geogografis yang sama dengan Sulawesi dimana ia tinggal. Sehingga tanaman yang ditanam petani di dua lokasi tersebut satu jenis dan ditanam serempak. Hal itu menurutnya bisa menyebabkan harga barang turun di pasar.

Laherong mencari nformasi pertanian di NTB yang sedang ditanam apa. Ketika di Bima atau NTB banyak yang menanam tembakau, ia memilih tanam bawang merah. Strategi tersebut dimanfaatkan dirinya dan tetangga yang mengikutu lagkahnya. Dengan demikian harga komoditi yang ditnama harganya bisa stabil bahkan bisa naik di pasar. Sampai sekarang ia masih tetap menerapkan perkiraan pertanian tersebut. (***)